Buku Terbang (1)

Buku Terbang karya Della Naradika

Sudrun adalah seorang anak laki-laki yang suka merawat buku. Kebiasaanya merawat buku bermula dari hobi Sudrun membaca buku. Di rumah, ia memiliki empat rak besar berisi penuh buku. Rak-rak tersebut ia tempatkan di ruangan tersendiri, semacam perpustakaan di dalam rumah.

Sudrun sangat menyayangi semua buku-bukunya. Baik itu buku komik, sejarah, fantasi, materi pelajaran, maupun buku sains. Setiap seminggu sekali, ia membersihkan rak bukunya. Ia menyapu debu dan jaring laba-laba yang menempel, merapikan barisan buku, dan menyampuli bukunya yang mulai rapuh.

Pada suatu malam, ketika Sudrun sedang tidur, sebuah suara gaduh membangunkannya. Arah suara itu berasal dari ruang bukunya. Sudrun penasaran. Ia beranjak dari tempat tidur, lalu menengok ruang bukunya.

Di ruang bukunya, Sudrun kaget mendapati beberapa bukunya terjatuh ke lantai. Sungguh aneh, pikirnya. Tak ada tikus dan tak ada angin di ruangan itu. Ia juga sudah menata bukunya dengan sangat rapi dan rapat. Tetapi, kenapa buku-bukunya bisa terjatuh.

Di tengah perasaan heran, tiba-tiba sesuatu yang aneh benar-benar terjadi di depan mata Sudrun. Rak bukunya bergoyang-goyang seperti terkena gempa, padahal sedang tidak gempa. Kemudian beberapa bukunya yang berada di rak terjatuh ke lantai, seperti terlempar. Dan buku-buku yang terkulai di lantai tiba-tiba terbang. Buku itu terbang mengepakkan lembar-lembar halamannya, seperti burung mengepakkan sayapnya.

“Kami sedang latihan terbang, Kak Sudrun,” sebuah buku fantasi berkata.

Mendengar bukunya bisa bicara, Sudrun seketika gemetaran. Mendadak tubuhnya kaku dan keringatnya berlelehan membasahi wajah. Ia masih belum percaya dengan apa yang ia lihat.

“Terima kasih telah menyayangi dan merawat kami, Kak Sudrun,” seru sebuah buku sains yang masih terduduk di rak.

“Karena selalu diberi kasih sayang, kami jadi bisa hidup dan berbicara seperti manusia,” kata buku sejarah yang paling tebal dan paling tua usianya.

Sudrun tak menjawab sepatah kata pun. Semua tubuhnya serasa membeku. Ia masih bertanya-tanya, apakah semua yang ia saksikan itu hanya mimpi.

Namun, seiring berjalannya waktu, lambat laun Sudrun mulai terbiasa dengan buku-bukunya yang ajaib. Ia malah menjadi semakin akrab dengan bukunya. Ia sering berbincang-bincang dan bermain bersama mereka.

Sebuah buku sejarah yang Sudrun beri nama Histo sering mengajaknya membaca peta. Histo suka mengamati tempat-tempat yang ada di dalam peta. Biasanya, Histo akan menunjuk suatu tempat lalu menceritakan keinginannya kepada Sudrun.

“Aku ingin sekali ke stasiun tua ini, Kak. Sebab, sejarah pembangunan rel ini dituliskan di dalam diriku,” katanya. Selain stasiun, ia juga kerap menunjuk sebuah hutan dan pabrik gula.

Suatu hari di bulan yang terik, Sudrun mendapat kegiatan kemah dari sekolahnya. Kemah tersebut diadakan di sebuah hutan di daerah Magelang. Ketika Sudrun sedang mempersiapkan bekal untuk kemah, tiba-tiba Histo menghampirinya. Histo merengek.

Histo berkata kepada Sudrun ingin ikut kemah. Histo mengatakan, hutan tempat Sudrun kemah pernah menjadi tempat persembunyian Pangeran Dipenogoro. Kisah tersebut dituliskan di dalam dirinya, kata Histo. Akhirnya Sudrun mengizinkan Histo ikut.

Di perkemahan, Sudrun mengajak Histo jalan-jalan keliling hutan. Histo terbang di samping Sudrun dengan ceria. Histo senang akhirnya bisa melihat dunia luar. Terutama tempat yang ditulis di dalam dirinya.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba terdengar suara tembakan. “Dor!! Dor!” Bersamaan dengan suara itu, tiba-tiba Histo jatuh ke tanah. Sebuah peluru telah menembus sayap Histo, merobek lembaran kertasnya. Nampaknya ada seorang pemburu yang salah tembak. Mereka mengira Histo yang sedang terbang adalah seekor burung.

Sudrun langsung membopong Histo. Sambil menangis, ia mencari-cari sobekan halamannya. Namun, tidak ketemu. Histo ia bawa ke perkemahan, lalu ia rawat. Ia coba menambal sobekan Histo memakai kertas, agar sobekannya tidak melebar.

Namun, ketika hendak menambal, tiba-tiba Histo berbicara. “Percuma, aku tidak bisa ditambal. Diriku tidak akan berguna lagi jika ada bagian cerita yang terpotong,” kata Histo dengan suara lirih.

“Lalu apa yang bisa kulakukan untuk menyembuhkanmu?” Tanya Sudrun.

“Kamu harus masuk ke dalam cerita yang terpotong ini. Lalu membantu Pangeran Diponegoro melawan Belanda,” kata Histo. Bagian lembar halaman yang sobek itu berisi kisah perlawanan Pangeran Dipenogoro terhadap Belanda.

“Bagaimana caraku masuk ke dalam ceritamu?” Tanya Sudrun.

“Hafalkan satu paragraf sebelum bagian cerita yang terpotong. Dan hafalkan satu paragraf setelahnya. Kemudian, kamu harus mengucapkannya dengan mata terpejam,” kata Histo.

Sudrun lalu membawa Histo pulang ke rumah. Ia segera mempraktikkan apa yang dikatakan Histo.

Setelah memejam lima menit lamanya, Sudrun membuka mata. Ia kaget menyadari dirinya sedang duduk di atas batu besar di tengah hutan. Batu sebesar ranjang tidur. Sudrun sedang berada di tengah hutan Magelang pada tahun 1870-an.

Sudrun menyapukan pandangan ke sekitar. Hutan tempatnya berada saat ini berbeda dengan hutan tempat ia berkemah. Hutan ini masih sangat rimbun. Sudrun juga mendengar banyak suara binatang. Suara auman macan dan teriakan kera yang membuat bulu kuduknya berdiri.

Sudrun kemudian mulai bergerak mencari jalan setapak. Ketika turun dari batu dan mulai berjalan, ia kaget menyadari ada yang aneh dengan tubuhnya. Badannya menjadi tinggi, serta tangan dan kakinya jadi berotot. Ia amati tubuhnya lumayan lama. Ternyata ia berada di tubuh seorang perempuan dewasa.

Baju yang ia kenakan sama seperti baju dalam film pendekar jaman dahulu, yang sering bapaknya tonton di televisi. Punggungnya terasa berat. Ia merasa menggendong sesuatu. Ia raba punggungnya. Ternyata ada sebuah panah dan sebuah wadah berisi anak panah.

Sudrun berjalan semakin jauh. Ia mulai mendengar suara tembakan meriam dan letupan bedil. Ia juga mendengar suara seperti ketukan pintu, namun ritmenya lebih cepat. Suara pasukan kuda berlari.

Berkat suara derap kuda itu, Sudrun kemudian teringat dengan tujuannya. Ia berada di hutan ini untuk menyelamatkan Histo. Ia harus mencari pasukan Pangeran Diponegoro. Ia harus membantu pangeran diponegoro melawan Belanda.

Awalnya Sudrun berkecil nyali. Baginya, sangat menakutkan harus terlibat dalam perang melawan Belanda. Ia sering membaca buku sejarah dan mengetahui bahwa perjuangan para pahlawan sangatlah berat. Bahkan harus diwarnai dengan pertumpahan darah. Apalagi ia masih berusia anak-anak. Apa yang akan dilakukan oleh seorang anak seusia Sudrun dalam pertempuran? (Bersambung…)

Alfiandana
Lahir di Klaten. Suka jalan-jalan lalu tersesat sendirian. Sejak kecil berkeinginan bisa bicara dengan binatang, terutama kodok.