Hai, namaku Fatima Azzahra. Aku bersekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Bina Anak Islam Krapyak [SDIT BAIK]. Sebelumnya, aku pernah bersekolah di SD Minggiran, Mantrijeron. Namun, karena suatu alasan, aku pindah sekolah.
Aku sangat suka membaca. Aku bisa membaca sejak umur tiga tahun. Kata teman-temanku, aku satu-satunya anak paling muda di sekolah yang bisa membaca sebelum umur empat tahun. Jadi, aku mendapat ranking Membaca Buku Termuda di kelas.
Aku paling suka membaca novel. Novel memiliki cerita yang panjang. Selain membaca novel, aku juga membaca jenis buku lain. Buku yang aku suka, di antaranya Ensiklopedia Anak-Anak, Spongebob Squarepants, Boneka Untuk Ningsih, Millie Sang Idola, Little Cuties, Majalah Kuark, Majalah Bobo, Resep Membuat Jagat Raya, Rahasia Negeri Osi, Aku Radio Bagi Mamaku, Awas Ada Bom, Mengapa Aku Suka Membaca, Tutorial Membuat Komik, dan apa lagi, ya. Pokoknya sudah banyak buku yang kubaca. Sampai aku lupa buku apa saja yang pernah kubaca. Duh! Yang pasti banyak deh, karena hampir setiap waktu istirahat aku selalu menyempatkan ke perpustakaan untuk membaca dan meminjam buku (yang ini sayangnya terbatas. Aku hanya boleh pinjam dua buku. Aturan ini sedikit menyebalkan!)
Aku tidak suka buku pelajaran. Kalimatnya terlalu membosankan. Gambarnya juga norak, tidak menarik, dan hanya itu-itu saja. Bukunya tebal sekali. Isinya juga membosankan. Seperti ini contoh kalimatnya: Siti membantu ayah menyiapkan makan. Edo beribadah di Gereja. Lani bersembunyi saat Siti beribadah. Udin berebut ayunan dengan Beni. Uhhhh…. bukannya itu kalimat yang super membosankan? Penggemar buku yang awalnya semangat membaca buku tebal akhirnya jadi murung. Aku tidak suka itu. Dalam buku pelajaran, soalnya pun susah. Kita disuruh menyelesaikannya. Apakah kita, anak-anak, harus dipaksa mempelajari itu? Aku tidak suka masuk sekolah. Sebenarnya, sih, suka, tetapi gara-gara ada buku yang paling aku benci itu, jadi aku malas sekolah.
Di rumah, bukan aku saja yang suka buku. Mamaku juga suka buku. Penulis favoritnya adalah Eyang Pramoedya Ananta Toer. Skripsi mamaku katanya juga tentang karya Eyang Pramoedya. Namun, skripsinya tentang apa aku tidak tahu. Hehehe. Aku belum pernah membaca skripsi mamaku. Kakakku, Alya El Huwaida juga suka buku. Tapi, bukan buku novel ataupun skripsi, melainkan cerita horor. Kakakku suka Risa Saraswati, penulis cerita Danur. Papaku juga suka buku, tapi buku yang disukai papaku ialah buku tentang motor tua. Contohnya, Birmingham Small Army [BSA] dan Vespa.
Oh, ya, aku punya adik. Nama adikku Shofia. Adikku juga suka membaca. Adikku suka cerita bergambar. Kalau tidak bergambar, dia akan memprotesku. Sebenarnya dia belum bisa membaca sendiri. Bagiku, dia kadang suka rewel. Selalu minta dibacakan cerita, buku, dan lain-lain. Dia akan memarahiku jika aku tidak membacakan cerita untuknya. Kecil-kecil sudah galak! Apakah adik kalian juga galak seperti adikku?
Aku mengenal buku pertama kali dari mamaku. Mamaku memberikan buku kain flanel ketika aku batita. Buku flanel itu seperti bantal. Sepertinya, dulu aku suka sekali membacanya, malah sampai sekarang. Beranjak umur lima tahun, aku diberi buku Iqro’ Tartila oleh eyangku di Magelang. Kata Eyang, agar aku mahir membaca kitab. Aku juga senang membaca Iqro. Mamaku memberiku buku ensiklopedia ketika umurku menginjak enam tahun. Ensiklopedia anak. Buku yang paling aku sukai! Mamaku membelikan aku Ensiklopedia Anak Dunia. Papaku memberikan Ensiklopedia Makanan. Itu bisa jadi obat lho, buat yang puasa! Hahaha. Ketika umurku sudah bertambah ke angka tujuh, kakakku, Alya El Huwaida memberiku buku aturan. Tentu tujuannya agar aku mudah diatur. Hihihi.
Agar selalu suka buku, yang kulakukan adalah membaca di Pojok Baca di kamarku. Aku menamainya Cactus Room. Di sana ada poster, gambar buku, dan benda-benda lain. Namun, ya, tetap, benda yang namanya ‘buku‘ lebih banyak ketimbang benda lain. Aku juga punya perpustakaan. Isinya buku-bukuku dan buku-buku mamaku. Aku rasa buku mamaku paling banyak mengisi perpustakaan kami.
Pengalaman yang semakin mendorongku hobi membaca, yaitu ketika bertemu Kak Naya. Kak Naya adalah penulis cerita favoritku. Aku mengenal Kak Naya dari bukunya yang berjudul Aku Radio Bagi Mamaku. Sebelumnya, aku belum pernah bertemu dengannya. Aku baru bertemu pertama kali dengannya saat di bandara Adi Sucipto, ketika mau ikut Mama ke Jakarta untuk menjuri Festival Anak Berkebutuhan Khusus. Tapi sayang, mamaku nggak jadi menjuri. Mama harus segera kembali ke Jogja karena eyang putriku yang di Jogja tiba-tiba masuk rumah sakit. Lalu beberapa hari kemudian, eyangku meninggal. Aku sedih.
‘’Kak, Kak, lihat itu siapa!?‘’ Aku yang sedang memainkan permen karetku langsung mendongak.
‘’Ada apa, Ma?‘’
‘’ Itu, ada kak Naya. Penulis cilik yang Mama kenal itu. Katanya mau punya teman, yuk?‘’
Lalu kami berkenalan. Saat itu, aku hanya bisa senyum-senyum sendiri. Maklum, kan masih grogi. Malu. Tapi, sebenarnya aku senang sekali bisa bertemu Kak Naya. Saat itu pengennya, ya, ngomong, bicara banyak. Tapi, entah kenapa, kok, aku jadi diam.
Cita-citaku kedepannya ingin punya buku sendiri, menjadi penulis terkenal, dan menjadi pustakawan. Kata pustakawanku, Ustazah Fitri, jadi pustakawan itu asyik. Bisa catat-catat, hanya duduk di atas kursi dan nggak ke mana-mana. Namun, kadang aku juga heran, asyiknya di mana, ya? Enggak ke mana-mana, kok, asyik. Asyik itu bisa jalan-jalan ke Thailand atau Malaysia, kayak kakak waktu diajak Mama. Sayang, kata Papa, waktu itu aku terlalu kecil untuk menemani Mama penelitian di Thailand. Jadi, aku harus tinggal di rumah, deh. Jadi anak kecil itu kadang membosankan! Sering dilarang-larang.
Soal baca-membaca, aku pernah diberi pertanyaan sulit. Sampai sekarang, aku kesulitan menjawab pertanyaan itu. Pertanyaan itu adalah, “Kapan kamu akan berhenti membaca?” Sulit sekali. Bagiku, berhenti membaca adalah hal yang tidak aku sukai. Jadi, aku kesulitan menjawabnya. Mungkin, juga tidak akan aku jawab. Karena, sampai kapanpun aku tidak akan pernah mau berhenti membaca. Bahkan ketika jadi tua nanti, aku tidak mau berhenti membaca. Kalau mata sudah rabun, aku akan beli kacamata tercanggih agar aku tetap bisa membaca! Hahaha.
Mengapa aku tak akan pernah berhenti membaca buku? Sebab, buku adalah sahabatku. Ketika teman-temanku nakal, aku lebih suka membaca buku. Ketika aku sedih karena dimarahi Papa atau Mama, diisengi Kakak atau adikku, aku suka mencoret-coret buku: menggambar atau menulis. Bagiku, tidak ada sahabat yang lebih baik daripada buku. Apakah kalian setuju?
Siswa kelas 4 SDIT BAIK Krapyak, Yogyakarta
Leave a Reply