Tidak ada yang lebih baik selain duduk manis di sofa, menyalakan televisi, sambil memakan Cronchon bagi Arita. Dia bisa melakukannya sehari penuh tanpa melakukan hal lain. Ya, tentu saja dia akan ke kamar mandi jika kebelet atau ke dapur jika lapar. Tapi yang lain? Bisa dibilang tidak ada. Selama 8 tahun tinggal di rumah, Arita lebih suka melakukan tiga hal itu saja.
Arita anak bungsu dari tiga bersaudara. Arita tinggal bersama ibu, ayah, dan kedua kakaknya di daerah bernama Portul. Kakak pertamanya bernama Arati. Arati perempuan yang kurus kerempeng. Rambut Arati bergelombang, alisnya sering kali mengerut jika sedang marah, bibirnya pucat, dan wajah Arati bulat seperti jeruk sempurna. Arati paling senang jika diberi tugas belajar dan perkerjaan rumah. Sementara kakak kedua Arita, bernama Dati. Dati anak laki-laki yang cukup ceroboh dan tidak bisa melakukan pekerjaan yang seharusnya bisa dilakukan seorang anak laki-laki. Meski tubuhnya tinggi besar, Dati sebenarnya penakut. Dia lebih suka menghabiskan waktu di rumah untuk membantu ibu dan kakaknya ketimbang bermain bersama teman-temannya.
Bagaimana dengan Arita? Tidak ada yang istimewa dari Arita. Bahkan Arita tidak bisa melakukan hal-hal sederhana yang seharusnya bisa dilakukan anak perempuan. Dia tidak bisa menyuci pakaian, menyapu rumah, menyuci piring, bahkan merapikan kamarnya sendiri. Arita bertubuh pendek dengan rambut sebahu, hidung mancung, mata besar, telinga kecil, dan wajah oval seperti telur.
Oh ya, omong-omong tentang Cronchon, apa kamu tahu apa itu Cronchon? Cronchon terbuat dari tepung yang dicampur telur, dan bahan-bahan lainnya yang biasa kita pakai untuk membuat kue. Cara membuatnya sederhana saja. Setelah semua bahan kue menjadi adonan, masukkan jagung muda yang sudah dikupas dari bonggolnya, lalu aduk rata. Jangan lupa untuk menuangkan pisang yang sudah ditumbuk dengan sangaaaaaaaaat kental. Setelahnya, kalian bisa menyimpannya di lemari pendingin. Tidak perlu lama, tunggu sekitar dua puluh lima menit saja, lalu bentuk sesuai keinginan kalian, goreng hingga berwarna keemasan, taburi gula halus, coklat, keju, atau sprinkle warna-warni, dan selesai sudah.
Rumah Arita hanyalah sebuah rumah kecil yang bersih. Rumah itu berbeda dengan rumah lainnya di Portul. Entah itu rumahnya kecil atau rumah besar sekalipun, sudah pasti kotor dan jorok. setiap kali Arati ataupun Dati mengajak teman-teman mereka main ke rumah mereka, pasti teman-teman Arati dan Dati tidak akan menolak. Tetapi ada satu halangan terbesar Arati dan Dati ketika mengajak teman-teman mereka berkunjung ke rumah. Siapa lagi jika bukan Arita. Setiap kali teman-teman Arati dan Dati mengajak Arita ngobrol, dia hanya akan menjawab, “hm….” tidak pernah lebih. Tentu saja hal itu mengganggu kedua saudaranya dan teman-teman mereka. Apalagi jika mereka bermaksud ingin menonton sesuatu di televisi.
Arita belum bersekolah, padahal seharusnya tahun ini dia sudah mulai bersekolah. Di Portul, anak-anak mulai bersekolah pada usia delapan tahun. Kakak pertamanya sudah berumur 15 tahun. Sementara kakak keduanya masih berumur 12 tahun. Sebenarnya Ibu Arita sudah memaksa Arita untuk bersekolah. Tetapi Arita tidak mau bangkit dari sofanya. Pernah dua hari lamanya Arita tidak meninggalkan sofa. Dia tidak mandi hingga tidak tidur di kamarnya sendiri.
Biasanya, meski Arita betah di sofa sambil menonton berlama-lama, tapi dia selalu bangkit dari sofa kesayangannya itu sekitar pukul sembilan pagi untuk mandi, pukul dua belas siang untuk makan siang, pukul empat sore untuk mandi sore, pukul delapan malam untuk makan malam, dan pukul sepuluh malam untuk kembali ke kamarnya dan tidur. Tapi kali itu, Arita tidak mandi dan tidak beranjak dari sofanya dua hari penuh. Bahkan dia malas untuk ke kamar mandi atau ke dapur. Ibu Arita yang terpaksa membawakan makanan ke sofa favorit Arita. Mungkin Ibu Arita tidak mau jika anaknya menjadi sakit.
Tentu saja kalian heran kenapa Ibu Arita tidak pernah memarahi Arita, menjewer telinganya, atau menyeretnya dari sofa itu seperti ibu-ibu lain. Ibu Arita berbeda. Dia tidak suka mencampuri urusan orang lain, termasuk urusan anak-anaknya. Mungkin bisa dibilang, Ibu Arita tidak peduli pada hal-hal yang dilakukan oleh anak-anaknya. Ibu Arita hanya peduli pada dua hal. Pertama, bagaimana cara membuat rumahnya selalu terlihat bersih dan rapi. Kedua, bagaimana cara mengisi rumahnya yang bersih dan rapi itu dengan perabotan mewah. Untuk yang pertama, semua orang tahu jika rumah Arita yang paling bersih di Portul, tidak ada tandingannya. Untuk yang kedua, semua perabotan di rumah Arita memiliki sejarahnya masing-masing. Dan yang mengetahui sejarah-sejarah perabotan itu hanyalah Ibu Arita.
Ibu Arita juga tipe ibu-ibu yang tidak mudah tertipu seperti ibu-ibu lain di Portul, yang mudah sekali ditipu para pedagang. Pernah seorang penjual handphone mengatakan jika dia memberikan diskon besar-besaran untuk produk handphone yang dijualnya. Penjual itu mendiskonkan handphone-nya yang seharga satu juta Parte menjadi sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan Parte. Sebenarnya itu tidak bisa dikatakan diskon, hanya potongan harga sebanyak 1 Parte, mata uang di Portul. Tentu saja tidak akan ada kembalian untuk uang sebesar satu Parte. Akhirnya, penjual tetap menerima 10 lembar uang berwarna merah muda sambil menciuminya dan menaruhnya di laci uangnya. Handphone itu tetap saja dibayar pembeli dengan harga yang sama, tidak ada diskon, tidak ada potongan, hanya kata-kata Diskon saja.
Tapi anehnya, banyak ibu-ibu yang berdatangan membeli Handphone itu hanya karena mendengar kata ‘diskon’. Mereka seperti tidak menggunakan otak mereka untuk mencerna dan menghitung baik-baik. Mereka hanya mementingkan kata diskon. Pernah sekali Ibu Arita mengintip diam-diam ke dalam laci uang si penjual handphone. Kamu tahu apa yang terjadi? Ibu Arita tidak menemukan warna lain selain merah muda di sana.
Tapi seperti yang aku bilang, Ibu Arita berbeda dengan ibu-ibu lainnya di Portul. Dia sangat berhati-hati ketika mendengar kata belanja atau diskon. Bahkan, setiap berbelanja, dia hanya membawa uang dua ratus ribu, tidak lebih. Lalu kamu menemukannya berlama-lama berdiri di depan rak barang, memegang sebuah produk di tangan kirinya, mengambil produk lain dengan tangan kanannya. Dia membaca baik-baik setiap tulisan yang ada di produk itu. Matanya bergerak ke kiri dan ke kanan. Dia melakukan itu berulang-ulang dengan produk lainnya. Dia bisa menghabiskan waktu satu jam lebih hanya untuk memilih cairan pembersih lantai. Ibu-ibu lainnya menganggap Ibu Arita sangat aneh. Tetapi setiap kali diingatkan suami atau anaknya, Ibu Arita hanya bilang jika dia tidak ingin uangnya habis untuk hal-hal yang tidak penting.
Ibu Arita memang tidak mudah tertipu oleh iming-iming diskon atau bonus dari penjual atau toko swalayan, tidak seperti ibu-ibu lainnya. Bahkan untuk sebuah panci stainless bermotif bunga-bunga kristal seharga satu juta rupiah sekalipun. Tapi tahukah kamu jika panci itu sudah tergantung cantik di dinding dapur rumah Arita dan digunakan Ibu Arita untuk memasak air? Kalian pasti penasaran, bagaimana mungkin panci seharga satu juta untuk merebus air bisa dibeli oleh Ibu Arita yang sangat perhitungan itu?
Begini, Ibu Arita tahu banyak tentang CCTV. Dia juga tahu semua Blind Spot di supermarket, di toko swalayan, atau di seluruh kota Portul. Bagaimana dia bisa tahu? Aku akan menceritakannya nanti. Apakah kalian memikirkan hal-hal kotor tentang Ibu Arita? Atau semacam kalian berharap ini sebuah pencurian rendahan yang dilakukan oleh seorang perempuan yang begitu pelit? Oh, tentu saja Ibu Arita sudah memikirkannya matang-matang dan tidak mau nama baiknya ternoda oleh pencurian rendahan semacam itu. Tapi satu hal yang perlu kamu ingat, keahlian Ibu Arita adalah keberuntungan. Ya, dia memiliki keberuntungan, dan itu menjadi semacam keahlian juga senjatanya. (bersambung …..)
Lahir di Padang dekat pantai. Sangat menyenangkan untuk bermain di pantai. Sekarang aku sudah jago berenang. Cita-citaku mempunyai sekolah untuk anak-anak.Tapi sekolahnya berbeda dari sekolah yang sudah ada.
Leave a Reply