Oktober 2019, Sahabat Gorga berkesempatan mengunjungi LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) Kutoarjo, Provinsi Jawa Tengah. Kunjungan ini sekaligus menjadi pengalaman pertama Sahabat Gorga berkegiatan di lembaga pembinaan khusus anak. Sesampainya di sana, kami disambut anak-anak dengan ramah. Pertemuan tersebut jauh dari kesan “nakal” sebagaimana stigma yang seringkali dilekatkan pada diri anak-anak di Lembaga Pembinaan. Kami berkumpul di ruangan yang lebih menyerupai aula sederhana.
Kakak asuh dari LPKA kemudian membagi anak-anak menjadi kelompok-kelompok kecil. Kami pun mulai membagikan kertas dan pulpen kepada mereka. Ya, kami bagikan pulpen, bukan pensil sebagaimana yang biasa kami lakukan. Alasan memberikan pulpen dikarenakan kami ingin anak-anak di LPKA menggambar dengan mantap, yakin dan tegas, sehingga tidak perlu menghapus atau mengganti gagasan awal mereka dengan gambar lain. Kami juga memberi kebebasan dan keleluasaan kepada mereka untuk menggambar apa saja. Sebagian anak terlihat menggambar dengan tenang. Bahkan kami temui anak yang diam-diam menitikkan air mata saat menggambar. Tetapi, seperti anak-anak lainnya, kami juga menemui beberapa di antara mereka enggan berkegiatan, tidak mengambil kertas dan pena. Mereka hanya duduk, mengamati teman-teman yang lainnya.
Ilustrasi di atas merupakan karya salah seorang anak, (sebut saja D). D membagi kertas gambar menjadi empat bagian, menyerupai panel pada komik. Di bagian panel pertama, pojok sebelah kanan atas, D menggambar sebuah rumah dua lantai. D juga menggambar sebuah mobil yang terparkir di depan rumah. Melihat gambar tersebut, saya beranggapan jika rumah yang digambar D tempat tinggalnya sebelum masuk LPKA . Di panel bawah, ia menggambar dua orang yang sedang minum sambil merokok. Dari banyaknya jumlah botol, barangkali itu botol minuman keras dan salah satu objek manusia yang sedang minum itu, barangkali itu D. Di panel ketiga, terlihat sebuah toko. Jika diamati lebih detail, toko tersebut seperti toko yang menjual handphone. D menuliskan TKP (Tempat Kejadian Perkara) pada gambarnya.
Saya coba mengamati gambar D lebih saksama. Saya sempat berpikir jika mobil yang dikendarai D, yang awalnya terlihat terparkir di depan rumah berlantai dua, menabrak mobil lain. Namun, ketika saya amati lebih detail, tidak ada simbol yang menunjukan bahwa mobil itu menabrak atau terjadi tabrakan. Hipotesa sementara saya, gambar tersebut menunjukkan mobil yang dikendarai D dihadang dan dihentikan oleh mobil lain. Di panel selanjutnya, D menggambar borgol. Sub panel yang bergambar borgol tersebut memperkuat dugaan jika mobil D dihentikan atau dihadang oleh mobil polisi, dan D ditangkap.
Di panel terakhir, D menggambar seseorang di balik jeruji dan terlihat menangis. Saya memperhatikan D dari awal dia mulai menggambar, mata D berkaca-kaca. Barangkali, gambar berpanel yang dikerjakan D, memang bercerita tentang dirinya.
Saya mencoba mengamati kembali panel-panel gambar D dan lebih berfokus pada panel kedua dan ketiga. terlihat Di panel kedua, botol-botol minuman yang sudah kosong. Mungkin D ingin membeli minuman. Jika dilihat dari panel berikutnya, bisa ditarik asumsi, D tidak memiliki uang sehingga akhirnya ia mencuri di toko handphone (panel ketiga), kabur menggunakan mobilnya, dan tertangkap polisi. Saya tentu saja tidak mungkin mengkonfirmasi hal tersebut langsung kepada D, sehingga saya hanya bisa menduga-duga dari gambar yang dikerjakan D.
Berbeda dengan D yang menggambar runut dalam panel, anak lainnya, S, menggambar dua bangunan sederhana. Bangunan di bagian kiri adalah rumahnya, disertai gambar sebuah jalan. Bangunan yang kanan adalah LPKA, tempat S saat itu berada. Ia menggambar jalan dari arah LPKA menuju ke rumah. Barangkali S mencoba menggambarkan harapannya agar bisa pulang ke rumah. Namun pada gambar S, jalan di antara dua bangunan tersebut tidak memiliki titik temu. Mungkin S, lewat gambarnya menyampaikan kerinduannya akan rumah dan keinginan untuk pulang yang tidak tercapai. S memang membubuhkan judul pada gambarnya, “Pengen Pulang”.
Lain lagi dengan, F, yang menggambar seseorang bertubuh besar. Orang tersebut menggunakan seragam bertuliskan 48 di dada kanannya. Di bagian topinya, betuliskan Narapidana. F menulis sebuah kalimat di samping topi narapidana tersebut, “Aku bukan orang jahat, tapi aku hanya orang yang tersesat.” Wajah orang di dalam gambar F terlihat sedang tersenyum. Di bagian sepatu, F menuliskan, “Penjara bukan akhir dari segalanya.” Lewat gambarnya, F mencoba menyampaikan jika ia tidak sedih dengan keadaannya. F juga semacam menyampaikan pesan bagi orang-orang yang melihat gambarnya jika narapidana bukan orang jahat.
F juga menambahkan beberapa kalimat di bawah gambar, “Neng kene aku mung tansah mendem kangen. Kangen keluarga sing adoh neng kena. Neng kene aku mung tansah mendem rindu, ngarep-arep kapan iso dadi siji maneh karo wong tuoku, karo keluargaku.” Yang artinya, “Di sini aku hanya bisa memendam rindu. Rindu keluarga yang jauh di sana. Di sini aku hanya bisa memendam rindu, membayangkan kapan bisa berkumpul lagi bersama orangtuaku, bersama keluargaku.”
Jika D, S, dan F menonjolkan cerita dan objek manusia pada gambar mereka, M dan R menggambar pemandangan. M menggambar area pegunungan, pohon-pohon rimbun, langit cerah, burung-burung beterbangan. Sementara R mengambar seorang anak laki-laki sedang memancing ikan. Anak itu terlihat bahagia. Langit yang digambarnya juga cerah, dengan burung-burung yang terbang di sekitarnya. Kedua gambar tersebut barangkali semacam pesan dari dua anak yang merindukan alam terbuka yang indah. Tempat-tempat dalam gambar tersebut bisa jadi tempat yang sering mereka kunjungi. Bisa jadi M dan R merasa bosan dengan pemandangan dan rutinitas di LPKA. Di sana mereka hanya melihat teman-teman dan tempat yang sama setiap hari.
Kerinduan dan kesepian serupa juga dirasakan X. Ia menggambar sebuah bangunan yang ditempati banyak orang. Di sampingnya, ada ruang besuk yang kosong. Tak ada siapa-siapa di sana, tak ada keluarga yang berkunjung. X menambahkan hujan pada gambarnya, seakan menunjukkan kesedihan dan kesepian yang begitu melankoli. X sempat menggambar maahari pada gambarnya, akan tetapi mencoretnya.
Saya melihat sebuah gambar yang berbeda dari gambar sebelumnya. Gambar tersebut ini dibuat oleh A. A menggambar objek menyerupai tokoh kartun Doraemon yang berdiri di atas bola dunia. Bumi terlihat begitu kecil bagi Doraemon. Tak lupa ia menggambar Pintu ke Mana Saja. A menulis kata ‘Doraemon’, lalu mencoret kata “Dora” dan memindahkannya di belakang kata ‘Emon’.
Ketika melihat gambar ini sekilas, orang akan berpikir jika A menyukai karakter Doraemon. Akan tetapi A memberikan nama yang berbeda pada karakter tersebut, ‘Emondora’ dan Pintu ke Mana Saja. Mungkin itu sebagai bentuk keinginan A yang memiliki Pintu ke Mana Saja agar bisa mengunjungi tempat-tempat di seluruh dunia, ia ingin meninggalkan LPKA.
Jika dilihat dari gambar-gambar yang dihasilkan, anak-anak di LPKA sangat ekspresif. Bahkan tidak ditemukan gambar yang sama dengan gambar lainnya, seperti yang selama ini sering kita temukan pada gambar anak-anak di bangku sekolah. Barangkali hal tersebut dikarenakan anak-anak di LPKA menggambar sebagai media komunikasi. Gambar menjadi ungkapan ekspresif sebagai cara untuk mengadu dan menyampaikan keresahan, kesedihan, dan penyesalan mereka. Sebagian anak bisa membuat garis dengan cepat. Kami memang tidak diperkenankan bertanya apapun pada anak-anak mengenai latar belakang mereka hingga berakhir di LPKA. Tapi kami memang tidak perlu bertanya apa-apa, sebab gambar mereka menceritakan lebih banyak dari apa yang mungkin bisa mereka utakaran secara lisan. (*)
Emg seni dibutuhkan … Supaya apa yg mereka ingin sampaikan dan ekspresikan itu betul2 tersalurkan… Selain itu juga bisa sbg cermin diri, flashback, dan introspeksi agar kedepannya bisa menjadi lbh baik…