Fahira paling tidak suka dengan yang namanya membaca buku. Mau itu novel, komik, ensiklopedia, maupun buku lain. Daripada membaca buku, ia lebih memilih bermain handphone atau bermain di luar rumah. Jika diajak ke perpustakaan, Fahira selalu menolak dengan alasan sedang banyak pekerjaan. Berbagai cara sudah dilakukan oleh mama dan papanya agar Fahira suka membaca buku. Namun tidak pernah mempan.
Suatu hari, ketika Fahira sedang bermain di rumah Dita, ia melihat banyak sekali buku di kamar Dita. Banyak novel dan komik anak-anak. Namun, Fahira tetap tidak berminat.
“Fahira, kau tidak ingin membaca buku?” tanya Dita.
“Hmmm, nggak deh. Aku nggak suka baca buku,” tolak Fahira.
“Oh, pantesan. Anak-anak yang lain saja pada pinjam, loh. Ayo, coba baca satu saja,” rayu Dita.
Di rumah Dita memang banyak anak kecil yang bermain. Mereka terlihat sibuk membaca buku daripada bermain handphone seperti Fahira.
“Benar juga kata Dita. Kinar yang TK aja suka baca buku. Aku pinjam juga, deh! Sesekali saja,” kata Fahira dalam hati.
“Aku pinjam yang ini, deh, Dit,” kata Fahira sambil mengambil sebuah novel yang berjudul Petualangan Bajak Laut.
“Nah, gitu dong! Batas waktu pinjamnya satu minggu, ya!”
“Sip!”
***
Minggu pagi, Dita bermain ke rumah Fahira karena bosan di rumah.
“Fah, baca buku, yuk! Aku bawa buku dari rumah. Kamu baca yang dipinjam dariku kemarin saja,” usul Dita.
“Yuk! Aku belum baca buku yang kemarin itu, nih,” Fahira menyetujui.
Fahira mengambil novel yang kemarin ia pinjam. Kemudian, Fahira mulai asyik membaca buku bersama Dita di kamar.
Satu jam kemudian, Dita selesai membaca dua novel sekaligus. Sementara Fahira baru membaca empat dari sebelas bab yang ada. Tentu saja Fahira lama, karena ia tidak terbiasa membaca buku, apalagi novel. Meski menurut Fahira ceritanya seru dan tidak membosankan.
“Wah, penulis novelnya masih anak-anak seumuranku! Keren banget, deh,” gumam Fahira. “Novelnya seru juga,” lanjutnya.
“Iya, Fah, keren banget dia. Nah, membaca buku itu seru kan, Fah?” sahut Dita.
“Iya, seru banget! Ah, besok aku pinjam lagi, ya, Dit!”
Mulai hari itu, Fahira ketagihan membaca buku. Tak hanya novel, komik dan ensiklopedia juga ia baca. Mama dan papanya yang mengetahui hal itu kemudian membelikan banyak buku untuk Fahira. Fahira yang tadinya sibuk menghabiskan waktu dengan bermain handphone, sekarang menjadi hobi membaca buku.
“Fah, kamu jangan membaca buku saja. Coba menulis cerita sedikit-sedikit. Nanti kalau selesai, bisa dikirim ke penerbit,” ucap papa dan mamanya suatu hari.
“Siap, Pa, Ma! Fahira mulai berlatih menulis cerita dengan Dita, kok!” jawab Fahira.
Semenjak itu, hampir setiap hari Fahira bermain ke rumah Dita hanya untuk minta diajari menulis cerita. Dita ternyata seorang penulis cilik. Hal itu baru Fahira ketahui ketika membeli tiga novel yang penulisnya adalah Dita.
Setelah dirasa cukup mendapat ilmu menulis dari Dita, Fahira mulai menulis cerita. Setiap hari, ia menulis cerita minimal satu halaman. Kadang-kadang, Fahira mengirimkan cerpennya ke majalah dan koran. Beruntungnya, ceritanya selalu dimuat.
***
“Fahira! Fahira!” panggil Dita ketika Fahira akan pulang sekolah.
“Ada apa, Dit?” tanya Fahira heran.
“Baca brosur ini, deh!”
Fahira membaca brosur yang diberikan Dita. Ternyata brosur itu berisikan info lomba menulis novel yang diadakan Penerbit Nola. Lomba itu ditujukan untuk anak berusia 7 sampai 14 tahun, dan temanya bebas. Batas pengiriman naskah tiga bulan lagi. Juara 1, 2, dan 3 akan diterbitkan novelnya dan mendapat uang tunai.
“Wah, aku bakal ikutan, nih! Doakan aku menang, ya, Dit,” kata Fahira bersemangat.
“Sip! Pasti aku doakan, walau aku nggak ikut lomba ini,” jawab Dita sambil tersenyum.
Setelah itu, Fahira mulai sibuk menulis novel dengan judul My Secret. Novel itu bercerita tentang seorang anak perempuan yang menyembunyikan suatu rahasia dari orang tua dan teman-temannya. Rahasianya ialah ia bisa berteleportasi. Karena penasaran, anak perempuan itu mencari asal-usul ia bisa berteleportasi.
Sebulan kemudian, Fahira telah menyelesaikan novelnya. Ia meminta Dita dan mamanya untuk membacanya dulu sebelum dikirim ke penerbit. Setelah meminta pendapat dan melengkapi persyaratan, Fahira mengirim novelnya melalui pos.
“Aku yakin kau menang, Fah. Novelmu keren banget,” tutur Dita setelah ia dan Fahira mengirimkan novel Fahira.
“Hahaha. Amin, deh,” tanggap Fahira.
***
Dua bulan kemudian.
Hari ini adalah hari yang paling ditunggu-tunggu Fahira. Hari ini adalah pengumuman pemenang lomba menulis novel!
“Ayo, Fah, buka web-nya!” kata Dita tak sabar. Dita sengaja mampir ke rumah Fahira untuk melihat pengumuman pemenang lomba.
Fahira mengangguk, kemudian segera membuka web Penerbit Nola. Fahira berharap namanya ada di antara juara 1, 2, atau 3. Namun ternyata nihil. Ia tidak menang sama sekali.
“Sudah, tidak apa-apa, Fah. Kegagalan itu kan hal biasa bagi penulis. Aku pernah lima kali gagal lomba menulis, kok. Nggak usah bersedih,” hibur Dita.
Fahira mengangguk pelan dengan mata berkaca-kaca. Hatinya terasa sangat sakit.
Fahira mengurung diri di kamarnya selama tiga hari. Ia kecewa dengan hasil lomba menulis.
“Sudah, Fahira, jangan bersedih terus. Setiap orang pasti pernah merasakan gagal,” hibur mamanya. “Lagi pula lomba menulis itu bukan segalanya. Kamu masih bisa mengirimkan naskahmu ke penerbit lain.”
“Tapi, Ma…”
“J. K. Rowling saja, naskah Harry Potter-nya ditolak belasan kali. Namun dia tetap semangat hingga kemudian novel Harry Potter laku keras dan diangkat menjadi film,” potong mamanya.
Fahira tetap diam, ia malas berbicara terlalu panjang.
“Tet! Tet! Tet!” nada dering handphone Fahira berbunyi.
Fahira bangkit dari kasur lalu mengambil handphone-nya di meja belajar. Fahira bingung, nomor yang menelepon itu nomor yang tidak dia kenal.
“Dengan Fahira di sini. Ada apa, ya?” tanya Fahira tanpa basa-basi.
“Saya Alifia Lita, editor Penerbit Nola. Selamat, naskah novelmu yang berjudul My Secret akan diterbitkan,” kata penelepon.
“Loh, bukannya saya tidak menang lomba menulis, ya?”
“Iya, adik memang tidak menang, tapi kami tertarik dengan naskah adik dan ingin menerbitkannya.”
“Wah, terima kasih untuk pemberitahuannya, Kak,” Fahira senang.
“Baik, Dik. Untuk kelanjutannya, saya kirim melalui email, ya.”
“Baik, Kak!”
Setelah telepon terputus, Fahira langsung bersujud syukur. Ia langsung memeluk mamanya dengan erat sambil tersenyum bahagia. Mamanya yang dari tadi mendengarkan pembicaraan Fahira dengan editor Penerbit Nola turut senang.
“Tuh, kan, Mama bilang juga apa. Makanya jangan langsung sedih, dong,” ucap mamanya setelah Fahira melepas pelukannya.
Fahira tertawa kecil, “Hehehe. Maaf, Ma. Terima kasih sudah mendukungku hingga sejauh ini.”
Mama mengangguk sambil tersenyum, “Berterima kasihlah juga ke Dita. Tanpanya, kamu nggak mungkin bakal menyukai buku dan menjadi seorang penulis seperti sekarang ini.”
“Iya, Ma. Aku akan menelepon Dita. Ternyata buku sangat menginspirasi, ya!”
Inspiratif story’….😍😍😍😍
Saya sangat mengapresiasi! Keren.
Selamat Arfan! Lanjutkan berkarya ya! Semangat!
Bagus..