Juara Kelas

Ilustrasi: Juara Kelas karya Della Naradika

Siswa-siswa SD Kirana berdebar-debar. Kami sedang menunggu pengumuman juara kelas. Oki berdiri di barisan paling depan pada upacara bendera. Ia nampak gelisah. Tangannya sebentar-sebentar menggaruk leher yang basah oleh keringat. Kakinya dihentakkan ke tanah berkali-kali. Ia menggerutu, “Huuh, lama sekali!”. Aku tahu jika Oki berharap Nyak Leman akan menyebut namanya sebagai juara kelas empat. Nyak Leman adalah kepala sekolah kami. Nama aslinya, Sulaiman. Tapi ia lebih kondang dengan panggilan Nyak Leman. Nyak dalam bahasa Betawi berarti ibu. Dan pagi itu, Nyak Leman sengaja melambat-lambatkan bicaranya agar anak-anak belajar bersabar.

Setelah berbagai ritual upacara bendera yang membosankan, Nyak Leman memulai pidatonya. Ia membicarakan pencapaian sekolah. Ia juga berterima kasih kepada guru dan siswa sudah mengajar dan belajar dengan baik. Anak-anak mulai bosan, terdengar dengungan di sana-sini, juga ada yang mengeluh panas dan haus.

Nyak Leman membuka selembar kertas. Dan tiba-tiba saja suara dengungan itu menjadi senyap. Semua mata memperhatikan Nyak Leman. Aku memperhatikan Oki. Wajar saja bila Oki sangat gelisah. Dia ingin menjadi juara kelas lagi seperti tahun-tahun lalu. Aku, sih, biasa saja. Aku cukup tahu diri. Mana mungkin aku mendapat juara kelas. Nilaiku tak ada apa-apanya disbanding Oki. Bagiku yang terpenting nilai raporku tak jelek-jelek amat. Akhirnya Nyak Leman menyebut nama Oki sebagai juara kelas. Oki membuang napas lega, senyumnya melebar. Anak-anak bertepuk tangan. Sebagian anak laki bersuit-suit riuh. Jadi yang terbaik di SD Kirana memang tak mudah, sebab SD Kirana merupakan Sekolah terbaik di kota dan tentu saja jadi tujuan dan impian banyak orang tua. Dan Oki sudah empat tahun berturut-turut menjadi juara kelas.

Oki sudah menjadi temanku sejak hari pertama kami masuk sekolah dan kami bersahabat baik sejak saat itu. Oki sering bercerita jika ia begitu kagum pada anak-anak jenius yang dapat selesai sekolah lebih singkat dari yang lain. Kok bisa mereka bikin prestasi yang mengejutkan? Usia 12 tahun sudah tamat SMA atau lulus perguruan tinggi. Oki ingin bisa seperti para jenius itu. Sebenarnya, aku juga kagum kepada mereka, tapi tak sampai tergila-gila. Aku tak mau terus belajar dan lupa untuk bermain atau bersenang-senang.

Keinginan Oki itu terkabul juga. Di tahun ajaran yang baru, Nyak Leman membuat kebijakan bahwa sekolah akan menyeleksi anak-anak berdasarkan rapor mereka di kelas sebelumnya. Anak-anak yang terjaring akan langsung naik ke kelas berikutnya tanpa perlu menunggu kenaikan kelas. Terlalu lama, begitu alasan Nyak Leman. Ia ingin siswanya berlari seperti kijang. Nyak Leman yakin anak-anak yang pintar dengan nilai rapor yang bagus akan mampu mengikuti pelajaran di kelas yang lebih tinggi. Para juara kelas tentu saja pasti terpilih.

Di kelas lima hanya Oki yang terpilih. Ia bersorak gembira, hatinya berbunga-bunga. Orang tua Oki tentu saja bangga karena anaknya bisa ‘lompat kelas’.  Maka Oki naik ke kelas enam. Aku berpisah dengan Oki, tetapi kami tetap berteman dan mengobrol saat istirahat. Oki menceritakan pengalaman ikut program lompat kelas.

Teman-teman Oki di kelas yang baru tentu saja lebih tua dari Oki. Bahkan Oki jadi murid termuda di kelas. Awalnya mereka menganggap Oki sebagai adik yang bisa disuruh atau diperintah untuk melakukan apa saja: Mereka menyuruh Oki semaunya. Oki disuruh membersihkan kelas, bahkan hingga membuatkan tugas sekolah. Oki tak berani menolak. Katanya, ia di rumah diajarkan untuk patuh kepada orang tua, guru dan orang yang lebih tua.

Melihat Oki yang tak pernah membantah, anak-anak di kelas enam semakin berani dan semena-mena kepada Oki. Mereka menyuruh Oki untuk berbelanja ke kantin dan bahkan Oki yang harus membayarnya. Oki tak berani melawan, apalagi mereka juga memberikan ancaman kepada Oki.

Oki hanya berpikir akan lebih baik jika ia fokus saja pada ujian akhir, tidak perlu megambil pusing tingkah teman-teman di kelasnya. Oki jadi makin rajin belajar. Ia ingin lebih baik dari mereka.Tentu saja hasil ujian Oki selalu bagus. Akibatnya, banyak anak-anak di kelasnya yang iri, apalagi Nyak Leman berjanji akan memberi hadiah istimewa kepada anak yang lulus dengan angka terbaik.

Oki bilang jika hari ini kelas mereka melakukan tes tertulis. Katanya, soal-soalnya sangat sangat sulit. Semua anak di kelas gelisah. Bahkan ada yang pasrah dan menyerahkan kertas tes yang kosong. Seperti biasa, Oki tenang dan santai mengerjakan semua soal. Seminggu kemudian, hasil tes keluar. Tentu saja anak-anak makin sebal pada Oki. Aku bisa membayangkan betapa kesalnya mereka. Mereka pasti menyumpah serapah.

Celakanya, semakin lama kecemburuan kepada Oki makin menumpuk. Ketika tes Biologi, pengawas menemukan sebuah buku Biologi atas nama Oki. seorang anak mengambilnya dari laci meja Oki. Guru pengawas terkejut. Oki menyontek? Ah, tidak mungkin! Tapi ada buku dengan nama Oki sebagai buktinya. Ketika hasil tes dibagikan, Oki mendapat Nol. Tentu Oki menjadi sedih dan marah.

Teman-teman di kelasnya pun semakin bersikap buruk kepada Oki. Ia dianggap pecundang dan tidak jujur. Mereka bilang, Oki pantas jadi juara karena mencontek. Mereka terus mengejek dan menyudutkan Oki. Hal itu terjadi hingga akhir tahun. Tapi sayangnya, Oki diam saja. Dia tidak melaporkan semua perbuatan teman-temannya kepada guru. Dia terlihat semakin tekun belajar. Katanya, aku akan membuktikannya dengan nilai ujian dan aku bisa masuk sekolah favorit.  Aku hanya heran, mengapa Oki takut dan bersikap demikian. Semustinya, Oki bisa melaporkan semuanya. Dia bisa melawan anak-anak yang melecehkan dan meredahkannya itu. Tetapi Oki terlalu polos. Dia seperti bersikap untuk selalu patuh kepada orang yang lebih tua darinya.

Oki lulus dengan nilai terbaik. Dia berhasil masuk sekolah favorit. Oki senang. Tapi bukankah masalah Oki tidak selesai sampai di situ? Bagaimana jika di sekolah yang baru dia mendapat perlakuan yang sama? Apakah Oki masih tetap akan memilih diam dan menuruti semua permintaan teman-temannya yang semena-mena? Semestinya anak-anak juga dididik untuk berani, termasuk berani melawan semua penindasan yang mereka terima. Tidak seperti Oki.*