Hari-hariku tercantum pada buku kecilku. Sedih, kesal, dan marah, hanya buku yang dapat menghilangkan perasan itu. Suatu hari, aku membayangkan buku My Sweet Diary
“Untung isi diariku tidak diketahui. Itu adalah rahasiaku,” kata Shafa pada sahabatnya, Nasya.
Nasya tercengang, lalu berkata kepada Shafa, “Shafa, kamu ternyata punya rahasia?”
Jam dinding berdenting, membuat lamunanku ambyar seketika. Memang buku sangat pintar menyimpan rahasiaku. Aku merasa aman menceritakan rahasiaku pada buku.
Saat aku membaca buku, kurasakan seperti membuka jendela dunia. Benar kata orang-orang, buku adalah “Jembatan Ilmu” dan aku sudah membuktikannya lewat kata-kata ibuku. Aku jadi teringat akan ucapan ibuku.
“Baca-baca bukumu biar bisa menjawab ulangan,” perintah ibu mengingatkanku.
Aku pun membaca buku pelajaranku. Apa yang dikatakan ibuku telah kubuktikan. Aku mendapatkan nilai terbaik di kelasku karena buku adalah temanku. Dari situlah aku mendapatkan ilmu, mulai dari“1,2,3…” dan “a, b, c…” Aku bisa melakukan itu berkat bimbingan buku. Bagiku buku seperti guru.
Aku pun teringat dengan Ki Hajar Dewantara yang menganggap buku sebagai hal yang membuat manusia merdeka. Beliau sangat mementingkan buku. Karena buku, manusia bisa merdeka dan negara Indonesia bisa dikembangkan oleh generasi muda.
Tetapi kini aku menjadi bersedih, karena banyak orang yang tak peduli dengan buku. Bahkan di perpustakaan sekolah, tak ada satu siswa pun yang membaca buku.
Dari satu buku yang berisi kertas dan ribuan kata, banyak informasi dan inspirasi yang kudapat. Aku heran, mengapa buku tidak pernah lelah walau dibanting sekalipun. Aku mulai berpikir, sebesar apapun kemarahanku, buku selalu mendampingiku dan meredakan kemarahanku. Bagaikan seorang ibu yang mengajarkanku adab dan agama, buku pun sanggup mengajariku semua itu dengan tulus. Aku menganggap buku adalah benda suci.
Aku bahkan membawa bukuku tidur. Hingga buku memberiku mimpi indah yang tak pernah kulupakan. Di dalam mimpi, aku khawatir buku itu hilang dan meninggalkanku. Oleh karena itu aku terbangun dari mimpi.
Buku tetap menjadi bagian dari keluargaku. Emas dan berlian tidak bisa menarik perhatianku. Bagiku buku adalah hal yang paling berharga. Sekali buku pergi atau hilang, ia akan bisa menunjukkan dirinya lagi. Karena, buku sangat murah hati. Ilmu di dalam buku sudah mendorongku meraih masa depan dengan prestasi yang kudapatkan. Meski tak bergerak, buku membawaku ke tempat yang istimewa tanpa gangguan. Namun tak aku sangka masih ada orang yang kejam pada buku. Ia membuang buku ke tempat yang tidak sepantasnya. Walaupun sudah buruk dan usang, aku akan tetap sayang pada buku.
Aku tahu, buku hanya benda mati, tapi buku sangat berjasa bagiku. Sama seperti manusia, buku pun bisa berjasa. Bahkan ada buku yang bisa menuntun manusia ke jalan yang benar, seperti kitab suci yang mengajarkan kita ke jalan Tuhan.
Sekarang banyak orang lebih memilih menggunakan internet daripada buku. Namun menurutku justru buku adalah penyebar berita yang paling dasyat dan tepercaya. Karena itu aku mengistimewakan buku. Mencari kata memang bisa ditemukan lewat internet. Tetapi dengan kuota terbatas, apa yang bisa dilakukan oleh internet? Tugas menjadi terbengkalai gara-gara kuota gawai yang tidak mencukupi.
Siswa SD Saraswati 6, Denpasar
Leave a Reply