Bertualang bersama dengan Membaca

Foto: Dokumen pribadi Sahabat Gorga

Menyimak, berbicara, menulis dan membaca adalah empat keterampilan berbahasa. Semuanya saling berkaitan dan baiknya dikembangkan secara bersamaan. Membaca yang dimaksud bukan sekedar membunyikan dan mengetahui arti dari kata-kata, lebih dalam lagi yakni memahami inti dan sari-sari yang disajikan dalam sebuah tulisan. Sebuah keterampilan yang membutuhkan banyak latihan dan proses panjang. Membuat saya sebagai orang tua yang memiliki anak berusia enam tahun merasa lebih tertantang untuk menjawab, “Apakah anak saya suka membaca?” alih-alih “Apakah anak saya sudah bisa membaca?”

Mengapa Memilih Membaca Buku?

Jika ditanya kapan kali pertama saya membeli buku untuk anak saya, adalah sepulang dari rumah sakit setelah mengetahui bahwa saya tengah mengandungnya. Tak terbesit apa yang menjadi tujuan saya waktu itu membeli buku dongeng anak bersampul merah jambu, naluriah saja rasanya semacam ada panggilan untuk membacakan cerita. Ya, ikatan dengan anak saya bangun pertama kali dengan membacakan buku. Ketika tiba harinya anak saya lahir ke dunia, masih teringat di antara berbagai hadiah yang diterima ada dua buku, Winnie the Pooh dan The Very Hungry Caterpillar, keduanya lalu menjadi koleksi pertama.

 Buku, membaca dan cerita menjadi bagian dari keseharian kami, sebagai Ibu yang membacakan cerita saya merasa punya momen istimewa berdua di mana kami dapat berkelana di dunia imaji, bertualang bersama tokoh-tokoh menggemaskan, mengunjungi dunia khayalan di tiap halaman, merasakan emosi yang seringkali buat kami saling menatap dan berempati, tak jarang kami tertawa geli hingga buat kantuk tiba-tiba pergi. Anak saya suka dibacakan cerita karena “Aku jadi tahu” dan “Aku senang dengar Mami suaranya ganti-ganti!” Ya, saya mencoba menggunakan ekspresi, intonasi dan mengubah suara menyesuaikan tiap tokoh yang ada, menurut saya itu salah satu hal yang menyenangkan dari membaca, kita dapat menjadi orang yang berbeda-beda di saat yang sama. Senang rasanya saat tahu anak saya juga menikmatinya. Apakah anak pernah bosan membaca? Tentu saja, saya juga. Lalu bagaimana? Ya dibiarkan saja, rasa bosan itu manusiawi dan biasanya setelah berjeda membaca jadi lebih nikmat rasanya.

Bagaimana Memilih Buku untuk Anak?

Enam tahun perjalanan anak saya mengakrabi buku kemudian berlanjut secara alami, pun pemilihan buku yang dikoleksi seringnya menyesuaikan minat anak yang seringnya berganti-ganti. Mulai dari tokoh yang ia suka, gambar yang menarik perhatiannya hingga tema yang sedang disukainya. Saya sendiri biasanya tak pernah menolak buku-buku klasik yang kami temui, juga yang temanya sesuai dengan yang sedang ingin saya tanamkan pada anak, tak jarang pengarang, ilustrator dan penerbit menjadi pertimbangan saya. Jika ditanya buku favorit kami berdua? Terlalu sulit untuk dijawab rasanya.

Anak saya duduk di bangku Taman Kanak-Kanak tahun kedua, belum bisa membaca jadi sampai saat ini saya masih harus membacakan buku untuknya. Sebelum mulai bersekolah kami tidak ada jadwal khusus membaca buku, bisa kapan saja. Tapi sejak masuk TK saya rutin membacakan buku minimal sekali sehari sebelum tidur, jumlahnya tergantung tebal tipisnya buku atau seberat apa rasa kantuk kami saat itu. Sebulan terakhir kami hanya beraktivitas di rumah dikarenakan masa pandemi, berkahnya buku yang dibaca bisa lebih banyak lagi. Pada siang dan sore hari saya akan membacakan buku pilihan anak, seminggu terakhir ini buku-buku bertema planet dan dinosaurus mendominasi. Untuk cerita sebelum tidur saya sedang memperkenalkan buku-buku Road Dahl, saat ini kami sedang membaca buku kedua Charlie and The Chocolate Factory.

Awalnya saya pikir di usia anak saya sekarang ini hanya buku-buku bergambar dengan cerita tak terlalu panjang yang terasa tepat untuk dibacakan. Tapi semester lalu keyakinan saya dipatahkan oleh guru-guru di Sekolah Kembang tempat anak saya bersekolah. Bagaimana? Selama dua kuartal anak saya belajar menggunakan sebuah buku sebagai sumbernya, Aku, Meps dan Beps. Buku yang ditulis oleh Soca Sobhita ketika berumur lima bersama ibunya Reda Gaudiamo ini berkisah tentang keseharian mereka. Meski bercerita tentang anak, tapi padatnya tulisan dan ilustrasi tanpa warna buat saya kaget pada awalnya. Semacam buku untuk anak Sekolah Dasar, begitu pikir saya. Tapi ternyata kedangkalan pemikiran saya tadi menguap seraya melihat betapa anak saya menyayangi tokoh utama di buku tersebut, Soca serta terbawa oleh cerita-demi cerita yang dibacakan untuknya.

Tahun lalu saya membeli sepaket buku Road Dahl yang saya simpan untuk dibacakan saat anak saya SD nanti, tapi pengalaman tadi buat saya berpikir kembali. Saya tunjukan empat buku tersebut padanya yang disambut dengan mata berbinar, setelah minta dibacakan judul-judulnya dan melihat-lihat ilustrasi di dalamnya, pilihan pertama jatuh pada George and The Marvelous Medicine. Kami baca setiap malam sebelum tidur, kadang satu hingga tiga subjudul. Alih-alih mengantuk kami berdua justru jadi segar lagi karena tertawa geli. Penasaran? Silakan baca sendiri. Setelah dua minggu akhirnya buku selesai kami baca, ketika saya tanya perasaannya anak saya bilang suka sekali dan minta dibacakan lagi. Duh! Ini memang salah satu tantangan sebagai orang tua, harus membacakan buku berulang kali saat anak kita keranjingan. Kalau saya coba berkomunikasi dengan anak, jika bukunya tipis saya biasanya tidak keberatan membaca ulang saat itu juga, tapi jika tebal saya akan berkompromi untuk membaca buku lain dulu dan mengajukan hari di mana saya berjanji akan membacakan buku itu lagi.

Apa Kebiasaan Setelah Membaca?

Biasanya setelah membaca kami akan mengobrol santai tentang cerita atau tokoh di buku tersebut. Mana yang kami suka, mengapa tokoh melakukan itu, apakah kami akan melakukan hal yang sama dan sebagainya. Kebetulan anak saya sangat suka menggambar, jika ia menyukai tokoh atau cerita dari sebuah buku, seringkali akan digambar di kertas, kanvas atau di dinding. Untuk tokoh Soca yang saya sebutkan tadi, ia bahkan sampai membuat buku berisi gambar tokoh-tokoh dari buku tersebut yang kemudian dibeli oleh kakeknya. Minggu lalu saya mengikuti bincang sore bersama Club Kembang bertajuk “Setelah Membaca, lalu Apa?”, saya mendapat pencerahan mengenai kegiatan yang bisa dilakukan setelah kami membaca buku. Saya sampaikan kepada anak saya ide-ide kegiatan tersebut, ada dua yang belum pernah kami lakukan yaitu role play dan trivia quiz. Kemarin malam setelah mengenal tentang makhluk kecil bernama Oompa-Loompa yang berbicara bahasa Oompa-Loompish di buku Charlie and The Chocolate Factory, anak saya memiliki ide untuk membuat kamusnya. Sebuah ide yang tak pernah terpikirkan oleh saya. Sekarang kami sedang membuat proyek kamus Oompa-Loompish bersama. Bukti betapa buku dapat membuat kita kaya!Kaya ide, pengalaman juga rasa.  

                Memperkenalkan Perpustakaan pada Anak

Tidak ingat kapan persisnya saya mulai memperkenalkan perpustakaan pada anak saya, ketika masih tinggal di Bandung kami rutin mengunjungi Pustakalana dan Perpustakaan Kota Bandung setiap minggu. Saya ingin anak saya tahu bahwa ada tempat istimewa untuk membaca di mana ia bisa menemukan buku di tiap sudutnya. Membaca di perpustakaan memiliki sensasi sendiri, kami juga berkesempatan mengenal buku-buku lain yang tak pernah kami temui. Pindah ke Jakarta kami langsung berkenalan dengan perpustakaannya, Perpustakaan Umum DKI Jakarta di Cikini dan Perpustakaan Nasional di Medan Merdeka, masing-masing memiliki pesonanya. Anak saya juga rutin mengunjungi perpustakaan sekolah tiap seminggu sekali juga perpustakaan di tempat saya bekerja. Bak makanan dan restoran, buku tak hanya bisa dinikmati di rumah, ada tempat yang mampu menyajikan buku secara lebih istimewa.

Apa sebenarnya tujuan saya memperkenalkan membaca buku pada anak?

Seperti saya sebutkan di awal semua terjadi secara alami, mungkin juga karena saya sudah memiliki kedekatan sebelumnya dengan kegiatan ini. Tetapi perlahan harapan saya kian mengembang, semoga dengan memiliki kedekatan dengan kegiatan membaca anak saya sedikit demi sedikit melatih kemampuannya mengolah informasi dan menelaah emosi, belajar mengendapkan segala yang ia pelajari untuk kemudian dapat dimanfaatkan pun dibagi. Semoga kelak anak saya menjadikan buku sebagai salah satu sumber ilmu sehingga tidak mudah termakan pembodohan. Dan semoga anak saya dapat terus memperkaya wawasan, pengalaman dan jiwanya dalam petualangan aksara. 

Saya akan mengutip dari buku yang saya baca minggu lalu, Anak Juga Manusia karya Angga Setyawan,

Buku memberi banyak wawasan, pengetahuan, informasi, kebijaksanaan, dan banyak hal lainnya. Mendorong anak untuk suka membaca buku dapat memberikan banyak hal kepada mereka. Namun, membuat mereka suka membaca buku ternyata bukan pekerjaan mudah. Namun, ada cara sederhana untuk memulainya, yaitu mulai dari diri kita dan mereka pun akan mencontohnya.

Dan mari kita mulai membaca buku. Demi memperkaya wawasan, menebalkan pengalaman dan demi menjadi teladan untuk anak-anak kita.